Ia berkata, “Maafkan saya juga; Saya tidak melihat Anda. Orang yg tidak kenal saya, juga berlaku sangat sopan.
Pada hari itu juga, saat saya memasak makan malam, putraku berdiri diam-diam di samping saya.
Saat berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. Minggir,” kata saya dengan marah.
Ia pergi, hati kecilnya hancur.
Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya.
Saat berbalik, hampir saja saya membuatnya jatuh. Minggir,” kata saya dengan marah.
Ia pergi, hati kecilnya hancur.
Saya tidak menyadari betapa kasarnya kata-kata saya kepadanya.
Ketika berbaring, nuraniku berkata, “Sewaktu berurusan dgn orang tidak dikenal, etika kesopanan kamu gunakan. Tapi thd anak-anak, sepertinya kau perlakukan sewenang-wenang.”
Aku tersentak, merasa malu, dan air mataku mulai menetes. Saya buka pintu kamarku. Kudapati beberapa kuntum bunga mawar. Bergegas aku ke kamar anakku dan berlutut di dekat tempat tidurnya, “Bangun, nak, bangun,” kataku “Apakah bunga-bunga ini engkau petik untukku?”
Ia tersenyum, “Aku memetik bunga-bunga ini karena mereka cantik seperti Ibu. Aku tahu Ibu akan menyukainya, terutama yg berwarna biru.”
Aku berkata, “Anakku, Ibu menyesal karena telah kasar padamu; Ibu seharusnya tdk membentakmu tadi.”
Si kecilku berkata, “Oh, Ibu, tidak apa-apa. Aku tetap mencintaimu.”
Aku pun membalas, “Anakku, aku mencintaimu juga, dan aku benar-benar menyukai bunga-bunga ini, apalagi yg biru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar